Emas dan kambing

Emas dan kambing
1 dinar = 1 kambing

Minggu, 27 Juni 2010

Goat & Gold Investment : Risk and Reward...

Kambing dan emas atau Dinar adalah dua hal yang sangat erat dalam system ekonomi dan syariah Islam. Selain karena seluruh nabi menggembala kambing, kambing dan Dinar digunakan untuk standar pelaksanaan hukum-hukum tertentu dalam syariah. Misalnya ketika Anda pergi haji bersama istri, karena tidak tahu atau tidak tahan sehingga Anda melakukan hubungan suami istri sebelum tahallul – maka Anda terkena denda untuk menyembelih 7 ekor kambing atau 1 ekor unta. Sedangkan Dinar sudah sering saya jelaskan sebagai standar nisab zakat, nisab pencuri, uang darah dlsb.

Karena kambing dan Dinar merupakan bagian tidak terpisahkan dari syariat agama akhir zaman ini, maka pastilah keberadaannya dijamin oleh yang membuat syariat itu sendiri sampai akhir zaman. Hal ini memudahkan kita dalam memilih bidang investasi atau pekerjaan, karena yang kita lakukan hanyalah menyesuaikan dengan apa yang dikehendakiNya.

Selain penggunaannya dalam pelaksanaan syariah, secara historis keduanya juga memiliki hubungan nilai yang sangat dekat – yaitu harga kambing standar qurban bertahan di sekitar 1 Dinar selama lebih dari 1400 tahun. Inilah kaidah itu; standar hukum Islam itu valid dan dapat diandalkan sampai akhir zaman.

Dengan fakta-fakta tersebut diatas-lah maka insyallah tidak salah bila kita menjadikan Goat & Gold ini sebagai instrumen investasi kita. Yang kemudian perlu disadari adalah bahwa dalam hal investasi, kambing memiliki karakter yang sangat berbeda dengan emas atau Dinar. Justru perbedaan karakter inilah yang membuat keduanya bisa disinergikan untuk saling melengkapi.

Dinar sebagai investasi merupakan instrumen yang sangat aman karena tidak pernah kehilangan nilai atau daya beli; appresiasi nilainya mampu mengalahkan inflasi. Namun meskipun appresiasi nilai Dinar ini bisa berkisar antara 3 – 5 kali bagi hasil deposito dalam sepuluh tahun terakhir, satu Dinar tetap satu Dinar bila Anda simpan dalam berapa lama-pun. Dinar tidak beranak dan daya belinya tetap setara satu ekor kambing.

Di sisi lain kambing, standarnya dua tahun beranak tiga kali. Jumlah anak normalnya sekali beranak adalah dua meskipun bisa lebih atau berkurang. Namun memelihara kambing adalah investasi yang penuh risiko. Kematian oleh berbagai sebab penyakit adalah ancaman utamanya, selain risiko-risiko lain yang tingkatnya lebih rendah seperti kelambatan reproduksi, berkurangnya hasil susu karena problem pakan dlsb – dlsb.

Risiko-risiko tersebut bisa di minimize dengan adanya team dokter yang competent, adanya ahli reproduksi dan ahli pakan – tetapi risiko-risiko tersebut diatas tidak bisa dihilangkan sama sekali.

Dalam ilmu risk management yang syar’i; risiko-risiko yang harus kita hadapi tersebut tidak boleh kita transfer ke orang lain seperti asuransi konvensional ataupun mekanisme risk transfer lainnya – karena berarti ini memindahkan mudharat ke orang/pihak lain atau jual beli dengan gharar.

Lantas bagaimana solusinya ?, dalam Islam dikenal konsep yang sangat indah yaitu tolong menolong atau taawun. Maka kepada para investor atau shahibul mal di project investasi kambing, kami perkenalkan konsep taawun dengan shahibul mal lain dan atau dengan kami. Ini yang disebut risk sharing ; jadi risk transfer dilarang – namun risk sharing dianjurkan.

Misal, dalam aqad Mudharabah Muqayyadah (suatu jenis investasi yang spesifik) dengan sistem paket minimal 10 kambing per peserta – maka ada 10 peserta dalam satu kandang kambing standar kami yang isinya sampai 100 ekor kambing. Bila tanpa taawun, pemilik 10 ekor kambing yang mengalami musibah kematian tiga ekor kambing misalnya – maka dia akan menanggung sendiri kehilangan 30% dari investasinya tersebut. Tetapi bila kematian 3 ekor ini di share dengan pemilik 100 ekor kambing, maka kehilangan ini rata-rata hanya 3 %. Sebaliknya juga demikian bila beranak dan menghasilkan susu –hasilnya juga di share ke sesama pemilik kambing lain dalam kandang yang sama.

Dengan menggabungkan kedalam bilangan yang lebih besar – risiko insyallah akan lebih stabil dan terkendali - inilah yang disebut law of large numbers atau hukum bilangan besar dalam ilmu risk management.

Perlu disadari bahwa meskipun berbagai upaya tersebut dilakukan, investasi kambing tetap akan lebih berisiko ketimbang Dinar – meskipun memang investasi kambing ini juga berpeluang memberi reward yang lebih besar ketimbang Dinar. Disamping reward lain berupa banyaknya lapangan pekerjaan yang tumbuh dari adanya investasi kambing ini.

Lantas bagaimana Anda memilih antara kedua investasi ini ?, prinsip dasar investasi tidak menaruh seluruh telur dalam satu kandang-lah yang berlaku. Untuk persiapan pergi haji, biaya kesehatan, biaya anak sekolah dan lain sebagainya yang merupakan kebutuhan pokok Anda bila ada uang – maka memegangnya dalam Dinar secukupnya untuk keperluan-keperluan tersebut – insyallah akan sangat aman dan bermanfaat.

Diatas keperluan yang sifatnya pokok tersebut bila Anda masih memiliki dana lebih – baru ke investasi seperti ke per-kambing-an ini. Insyallah hasilnya akan beda, karena selain ada harapan hasil finansial yang lebih tinggi – banyaknya lapangan pekerjaan yang tercipta dari project semacam ini insyallah membawa barakah.

Maka Goat & Gold kini menjadi pasangan investasi yang ideal untuk Anda.

Semoga Allah senantiasa memudahkan jalanNya pada kita semua. Amin.


Model Matematika Kambing : Work Smart-nya Para Nabi...

Bahwasanya seluruh nabi-nabi menggembala kambing, ini hadits-nya shahih. Namun potensi ekonomi yang luar biasa yang terbawa dari ekonomi berbasis kambing ini yang belum banyak diungkap oleh para pakar perkambingan sekalipun. Dalam tulisan ini saya ingin share potensi tersebut dengan menggunakan model matematika, yang kemudian hasilnya saya tuangkan dalam grafik agar mudah dipahami.

Untuk membuat model ini, perlu diketahui karakter kambing ini antara lain kemampuan beranaknya yang 3 kali dalam 2 tahun; rata-rata anak dua meskipun bisa 3, 4 atau 1. Kemudian kambing adalah juga merupakan hewan yang mudah mati bila terkena penyakit, rasio kematian yang dianggap wajar adalah 5 %.

Nah kalau sebagai contoh Anda pelihara 100 ekor kambing sekarang, berapa ekor kambing akan Anda miliki 10 tahun yang akan datang bila diambil rata-rata beranak 3 kali dalam dua tahun, rata-rata sekali beranak 2 dan rasio kematian 5% ?. Anda akan terkejut dengan jumlahnya , pada akhir tahun ke 10 jumlah kambing di kandang Anda bisa mencapai 681,000 ekor !. Wow, nggak masuk akal ? , berikut penjelasannya.

Bila 3 x  kali beranak dalam 2 tahun @ 2 ekor dan tingkat kematian populasi 5%

Bila 3 x kali beranak dalam 2 tahun @ 2 ekor dan tingkat kematian populasi 5%

Dengan rasio kematian 5% per tahun; kambing indukan awal yang tadinya 100 – akan tinggal 63 ekor pada tahun ke 10. Tetapi kambing turunan 1, sudah ada 300-ekor pada akhir tahun ke 2 dan telah menjadi 1790-an ekor pada akhir tahun ke 10. Kemudian mulai tahun ke 4 lahir kambing turunan ke 2, yang pada akhir tahun ke 10 telah menjadi sekitar 22,000 ekor.

Mulai tahun ke 6 lahir turunan ke 3, yang kemudian pada akhir tahun ke 10 jumlah turunan ke 3 ini telah mencapai sekitar 149,000 ekor. Pada tahun ke 8 lahir turunan ke 4, yang dua tahun kemudian yaitu akhir tahun ke 10 turunan ke 4 ini telah mencapai 509,000 ekor.

Bila 3 x  kali beranak dalam 2 tahun @ 2 ekor dan tingkat kematian populasi 10%

Bila 3 x kali beranak dalam 2 tahun @ 2 ekor dan tingkat kematian populasi 10 %

Jadi kambing Anda saat itu dari induk awal sampai turunan ke 4-nya adalah 63+1,790+22,000+149,000+509,000 = 681,853 ekor. Apakah semudah ini kita beternak kambing ?, tentu tidak. Untuk menggarap potensi yang besar tersebut tantangannya tidak kalah besarnya.

Untuk menjaga agar kematian rata-rata berada disekitar angka 5% saja – ini dibutuhkan berbagai keahlian dokter hewan untuk mengatasi berbagai penyakit yang bisa menyerang kambing. Untuk membuat kambing hamil dan beranak tepat waktu setiap 8 bulan, dibutuhkan serangkaian ahli-ahli reproduksi hewan yang canggih.

Untuk menjaga kesehatan kambing agar dapat hidup sampai usia 10 tahun, dibutuhkan ahli-ahli pakan dan nutrisi hewan yang paripurna. Walhasil intinya tidak mudah, namun potensi tersebut riil dan bisa dicapai. Saya sendiri optimis, bahwa seluruh keahlian tersebut pasti ada di anak-anak bangsa ini. Tinggal menemukan saja orang-orang yang tepat untuk ini.

Katakanlah kita tidak berhasil membuat tingkat kematian hanya 5 % tetapi 10 %, maka kambing kita pada tahun ke 10 masih akan mencapai diatas 500,000 ekor. Bila kita gagal membuat kambing beranak tepat waktu setiap 8 bulan dengan anak rata-rata 2; tetapi hanya tercapai separuhnya saja; maka kambing kita pada akhir tahun ke 10 akan turun drastis tetapi masih diatas 58,000 ekor.

Bila 3 x  kali beranak dalam 2 tahun @ 1 ekor dan tingkat kematian populasi 5%

Bila 3 x kali beranak dalam 2 tahun @ 1 ekor dan tingkat kematian populasi 5%

Anggap kita gagal keduanya, yaitu kambing hanya beranak separuh dari target (3 ekor dalam 2 tahun bukan 6 ekor dalam 2 tahun), kemudian kita juga hanya bisa menekan kematian pada tingkat 10% populasi per tahun – maka kambing kita di akhir tahun ke 10 masih berjumlah di kisaran 43,000 ekor.

Bila 3 x  kali beranak dalam 2 tahun @ 1 ekor dan tingkat kematian 10%

Bila 3 x kali beranak dalam 2 tahun @ 1 ekor dan tingkat kematian populasi 10%

Jadi rentang hasil peternak yang biasa saja dengan peternak yang berhasil sampai akhir tahun ke 10 adalah antara 43,000 – 680,000 ekor. Seandainya toh kita hanya menjadi peternak yang biasa-biasa saja tetapi benar-benar dilakukan, maka problem daging dan susu nasional yang sampai sekarang masih mengandalkan produk import insyaallah bisa kita atasi.

Inilah barangkali salah satu rahasia ekonomi para nabi, mereka bekerja dengan cerdas menggembala kambing karena multiplier effect yang luar biasa ini.
Bagaimana dengan anda..???

Kambingnomics : Sistem Ekonomi Warisan Para Nabi…

Gembala  Kambing

Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali telah menggembalakan kambing”. Lalu para sahabat beliau bertanya: “Demikian juga engkau?” Beliau menjawab: “Ya, Aku dahulu menggembalakan kambing milik seorang penduduk Mekkah dengan imbalan beberapa qiraath.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Para ulama umumnya menafsirkan hadits tersebut dengan menguraikan beberapa kebaikan dari penggembalaan kambing, diantaranya adalah : melatih kesabaran, mengembangkan sifat tawadhu, kasih sayang terhadap yang lemah, cinta usaha dan mandiri, membangun kekuatan jasmani, membangun keberanian , mengembangkan managerial skills dlsb.

Saya ingin meng-elaborate salah satu saja dari kebaikan-kebaikan dari penggembalaan kambing ini dalam konteks ekonomi modern, yaitu growing asset (asset tumbuh) yang sesungguhnya. Mengapa demikian ?, coba perhatikan beberapa perbandingan berikut :

· Bila kita menaruh dana di bank dalam Rupiah, bagi hasil kita saat ini akan berkisar antara 6 - 7 % per tahun. Sementara inflasi rata-rata Indonesia sejak tahun 2001 – sekarang masih diatas 8 %, artinya uang kita yang di deposito bukannya tumbuh malah menyusut.

· Bila kita taruh uang kita dalam deposito US$, maka bagi hasil kita saat ini berkisar antara 1 – 3 % per tahun. Sementara inflasi rata-rata US$ dalam 38 tahun terakhir adalah 4.37%; lagi-lagi uang kita dalam US$ bukannya tumbuh malah menyusut.

· Bila kita taruh uang kita di Dinar; grafik tahunan yang selalu bisa dilihat di GeraiDinar.Com, untuk setahun terakhir menunjukkan appresiasi nilai Dinar – per data pagi ini, ketika artikel ini saya buat - mencapai 22.67% setahun terakhir dan 380% untuk 10 tahun terakhir !. Appresiasi nilai Dinar melambung hampir 3 kali angka inflasi; tetapi sesungguhnya Dinar Anda jumlah keping-nya tetap, hanya nilainya saja yang melonjak. Dinar adalah proteksi asset yang sangat efektif melindungi daya beli dari hasil jerih payah kita semua, tetapi Dinar yang disimpan saja tidak akan menjadi growing asset yang sesungguhnya.

· Kambing setiap tahun beranak, sekali beranak bahkan sering tidak hanya satu – kadang dua bahkan ada yang sampai empat. Ambil angka terendahnya 1; ambil pula risiko kematiannya 1/10 anak kambing. Maka setiap tahun satu kambing menghasilkan 0.9 kambing; diambil lagi biaya pemeliharaannya 50%-nya maka masih menghasilkan 0.45 satuan kambing. Karena satuan kambing ini sama dengan satuan Dinar (sejak jaman Rasulullah SAW sampai sekarang, harga satu kambing kelas rata-rata setara dengan satu Dinar), maka investasi kita di kambing insyaallah akan memberikan hasil 45% per tahun dalam satuan Dinar.

Jadi jelas bahwasanya memelihara kambing seperti yang dilakukan oleh para nabi, sesungguhnya tetap relevan sampai di jaman ekonomi modern saat ini sekalipun.

Bukan hanya dari sisi pertumbuhan asset yang berkelanjutan (sustainable growing asset) berupa kambing ini sendiri, tetapi manfaat lain yang sangat besar yang bisa dihasilkan oleh industri perkambingan ini yang seharusnya juga mendapatkan perhatian kita semua. Diantara manfaat ini adalah :

· Susunya adalah minuman yang bersih dan sehat.

· Kotorannya adalah salah satu bahan pupuk organic yang paling baik.

· Kulit dan bulunya menjadi bahan baku industri/kerajinan yang berkelanjutan.

· Pemeliharaannya menciptakan lapangan kerja yang sangat luas.

· Tidak dibutuhkan modal besar untuk memulai memelihara kambing.

· Dlsb.dlsb.

Dengan nilai ekonomi yang begitu tinggi dari industri perkambingan ini; tidak heran negeri jiran yang lebih teliti melihat peluang – tanpa kita sadari mengambil ribuan kambing kita setiap tahunnya. Bahkan kamping Peranakan Etawa (PE) yang sesungguhnya bisa menjadi unggulan kambing Indonesia dengan Purworejo sebagi sentral produksinya – kini kambing tersebut mudah sekali dijumpai dalam skala besar di peternakan-peternakan kambing negeri jiran.

Hanya saja jangan harap kita menemui istilah kambing PE disana, kambing yang asalnya dari Purworejo ini di negeri jiran telah berubah nama menjadi kambing serawak. Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa untuk ini, karena ternak unggulan ini tidak mendapatkan perhatian yang semestinya dari pihak yang berwenang disini – maka tidak heran ternak unggulan ini kini di-openi dan dikembangkan orang lain.

Belum terlambat sebenarnya kita untuk memulai. Kita ingin mulai berperan secara serius di pentas perekonomian dengan mencontoh apa yang dialkukan para nabi, menggembala (baca : beternak) kambing. InsyaAllah.

Susu Kambing Malaysia Rasa Jawa, Why...?

Industri Kambing

Ahad lalu team kami berkesempatan mengunjungi salah satu peternakan kambing paling modern yang ada di Johor – Malaysia. Meskipun sangat melelahkan karena lokasi kandang kambing yang sekitar 6 jam perjalanan darat dari Kuala Lumpur, insyallah perjalanan ini tidak sia-sia.

Paling tidak, kami team Indolaban berharap bisa ikut membantu program pemerintah yang melalui janji Presiden kita akhir bulan lalu (31/03/2010) di Tulungagung diungkapkan bahwa, "Kami akan membicarakan dan merumuskannya dalam sebuah kebijakan nasional sehingga pengembangan kambing ettawa ini bisa terus berkembang pesat ".

Bagaimana janji tersebut bisa dimplemantasikan ?, setidaknya ada tiga point yang kita bisa ambil pelajaran dari apa yang dilakukan oleh negeri jiran kita.

Pertama kita harus memiliki visi bahwa yang sedang kita bangun adalah sebuah industri spesifik yang terkait dengan perkambingan ini. Bukan sekedar beternak kambing terus kemudian setelah berhasil kambing-kambing kita dan produk yang dihasilkan tetap bernilai rendah untuk standar dunia. Tanpa terbangunnya industri ini, maka kerja keras para peternak kita untuk menghasilkan kambing dan susu – tidak akan memberikan reward yang pantas untuk mereka.

Kedua untuk membangun industri di point pertama tersebut diperlukan standar kwalitas pengelolaan peternakan kita, agar mampu menghasilkan produk dengan standar yang diakui dunia seperti HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) misalnya. Tanpa pencapaian standar seperti ini, produk-produk kambing kita seperti susu dan bahan turunannya akan sulit untuk menembus pasar dunia.

Ketiga untuk pencapaian point 1 dan 2 ; kita harus bisa ‘Kerja Berpasukan’ – bahasa Malaysia yang artinya teamwork. Seluruh stakeholder perkambingan harus bisa bekerja sama, saling mengisi dan menyempurnakan – bukan saling bersaing dan menjatuhkan – sehingga terbangun industri yang kokoh yang siap bersaing dengan industri sejenis di negara lain.

Ironi memang ketika kita melihat berbagai produk berbasis susu kambing seperti moisturizing, body lotion, sabun dlsb. yang kita jumpai di pasaran Indonesia saat ini adalah produk Malaysia – ya antara lain dari peternakan yang kami kunjungi tersebut diatas. Padahal di dalam kandang kambing mereka disana, mayoritas kambingnya ya dari Jawa - Indonesia. Tenaga kerjanya juga sebagiannya dari Indonesia.

Jadi kita kirim kambing-kambing kita dengan harga murah kesana; kemudian juga tenaga-tenaga kasar untuk pemeliharaan kambingnya; namun setelah menghasilkan produk yang mahal – maka produk yang mahal ini balik lagi ke Indonesia. Dibeli oleh orang-orang kaya Indonesia yang mampu membeli sabun mahal susu kambing, juga pelembab tubuh berkwalitas tinggi dari susu kambing.

Mengapa mereka bisa menikmati nilai tambah yang tinggi sedangkan kita belum ?, jawabannya adalah karena mereka sudah bisa membangun industri perkambingannya sedangkan kita baru mencanangkannya. Karena terbangunnya industri ini, peternak mereka tidak terlalu susah untuk memperoleh pakan yang murah, peralatan-peralatan peternakan yang lengkap, obat-obat perkambingan yang tersedia cukup dlsb. Contoh kecil untuk hal ini adalah nipple – semacam dot susu dari logam untuk membuat system pemberian air minum yang cukup bagi kandang kambing, harganya hanya sekitar Rp 45 ribu per buah – tetapi hal-hal kecil demikian tidak mudah kita peroleh di sini – sementara di Malaysia barang seperti ini bahkan bisa kita beli di peternakan kambing yang besar.

Bagaimana hal-hal detil yang nampaknya sepele tetapi sangat dibutuhkan untuk tumbuhnya industri perkambingan yang berkwalitas bisa ditangani ? jawabannya adalah ‘ Kerja Berpasukan’ tadi. Maka bila janji Presiden SBY dalam kesempatan tersebut diatas – bahwa anggaran pengembangan kambing akan masuk pada APBN 2011; maka berikutlah menurut saya prioritas penggunaannya :

1) Biayai riset dan publikasikan hasilnya secara transparan; agar masyarakat luas tahu kelebihan-kelebihan susu kambing, daging kambing dan berbagai potensi lainnya yang terkait dengan kambing.

2) Fasilitasi jalan untuk mempermudah perijinan yang terkait dengan POM, MUI dan sertifikasi internasional HACCP tersebut diatas – agar produk-produk kambing kita mudah diterima pasar, baik domestik maupun internasional.

3) Fasilitasi rakyat untuk mampu belajar mengelola kambing dengan baik dan benar. Contoh gambar diatas adalah kambing yang bisa berbaris rapi untuk diperah susunya, bagaimana bisa membuat kambing berbaris rapi untuk diperah susunya ? – SDM yang mengelola kambing yang pertama harus dilatih untuk mampu mengelola kambing-kambing tersebut. Setelah itu baru dia bisa melatih kambingnya untuk bisa berbaris setiap saat mau diperah susunya.

4) Fasilitasi rakyat untuk memperoleh bibit-bibit unggul kambing secara murah atau bahkan gratis.

5) Bangun jaringan industri dan pemasaran, baik yang terkait dengan kebutuhan bahan/alat bagi para peternak – maupun yang terkait dengan hasil-hasil dari peternakan kambing ini.

Bila terbangun teamwork yang baik antara pemerintah, pengusaha, peternak dan masyarakat pada umumnya; maka sangat bisa jadi industri perkambingan ini menjadi salah satu tulang punggung ekonomi kerakyatan kita yang sesungguhnya. Menggembala kambing adalah apa yang dilakukan oleh seluruh para nabi, maka tidak ada salahnya kita menseriusi urusan perkambingan ini sebagai salah satu upaya untuk membangun kedaulatan ekonomi di negeri ini. Insyallah.