Emas dan kambing

Emas dan kambing
1 dinar = 1 kambing

Kamis, 15 Juli 2010

1 Dinar Emas = 1 Kambing: Dialog Lucu

Di suatu jam istirahat siang, di kantin suatu kompleks perkantoran terjadilah suatu dialog.

"Nasi Ayam Lodho, satu porsi Mak. Minumnya es teh manis" Saya memesan makan siang pada Emak, pemilik kantin.
"Oke, siap dalam 1 menit. Silakan duduk dulu Pak Joko." Sambut Emak ramah dan cekatan.
“Berapa harga ayam sekarang Mak?” Sambil nunggu pesanan, saya mengajak Emak berteka-teki.
”Teka teki kok gitu...? ya jelas Emak tau to Pak, 25 sampai 40 ribuan deh.. tergantung besarnya..”
”Berapa harga kambing sekarang Mak?”
”1 juta sampai 1,7 juta-an.. tergantung jenis dan besarnya juga. Ini teka-teki kok gak bermutu?”
”Kalau harga ayam 35 tahun lalu berapa?” Tanyaku lagi sambil menerima seporsi Ayam Lodho pesananku tadi.
Emak mengernyitkan keningnya sambil memutar-mutarkan pulpen di jarinya ala generasi MTV kalau sedang mikir. Si Emak memang funky.
”Hmm.. sekitar seribu limaratusan Pak.”
”Kalau harga kambing 35 tahun lalu berapa?”
”Wah yang ini Emak agak lupa. Ee ee.. seingatku sih 60ribuan. Naah.. yang ini sih agak susah, tapi tetap gak mutu lho Pak”

Tanpa peduli pada protes Emak, pertanyaan saya terus berlanjut.
”Berapa harga ayam jaman Rasulullah SAW Mak?”
Kening Emak tambah berkerut. Dahinya mulai mirip makhluk Klingon dalam serial Film Star Trek.
”Ahh, mene ketehe Pak???” Bahasa funky nya keluar. Maklum pelanggan Emak kebanykan penonton fanatik Extravaganza. Sehingga Emak fasih berbahasa ala Tora, Aming dan Indra Birowo.

”Harga ayam jaman Rasulullah itu 1 Dirham Mak. 1 Dirham itu kira-kira Rp 37ribuan. Dirham itu uang logam yang terbuat dari perak murni..”
”Wah.. 1 Dirham di sini malah bisa dapat 2 ayam, kalo ayamnya agak kecil He he.. Jadi harga ayam gak berubah sejak zaman Rasulullah ya Pak?” Si Emak bersemangat. “Harga kambing juga gak berubah Mak, harga kambing jaman Rasulullah itu 1 Dinar. 1 Dinar itu kira-kira Rp.1,5 juta-an, yang jenis PE bisa sampe 2 Dinar Mak. Dinar itu uang logam yang terbuat dari emas 22 karat dengan berat 4,25 gram.”
”Lho kok bisa ya Pak? Wah, hebat ini. Kalau uang Rupiah kita kan nilainya turun terus.. lihat saja harga ayam 30 tahun lalu Rp.1.500,- sekarang sudah 17ribuan” Emak makin semangat.

”Ya karena Dinar & Dirham itu terbuat dari logam mulia Mak..sehingga memang punya nilai. Lha kalau Rupiah atau Dolar kan cuma kertas thok yang diberi angka dan dijamin oleh pemerintah sebagai alat tukar.”
”Jadi misalkan pemerintahannya bubar, Indonesia bubar. Maka uang-uangku ini gak bisa di dipakai jual beli ya Pak?” Tanya Emak sambil nunjuk ke arah laci.
”Bener banget Mak” Emak memang berotak encer. Kalau saja dia dulu sekolah, mungkin sudah sekarang sudah jadi Menteri Perdagangan.
”Tapi kalau duit emas dan perak, walaupun negaranya bubar tetap saja bisa dipake jual beli karena duitnya terbuat dari emas dan perak ya Pak?” Tanya Emak lagi. Saya mengangguk membenarkan.
”Lha kok kita mau ya dibayar sama kertas ginian?” Emak menggenggam segepok 10ribuan dari laci kasirnya.

”Mak, yang lebih seru, emas Indonesia di Papua digali oleh perusahaan Amerika lalu emasnya dibawa ke Amerika dan sebagai imbalannya kita menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya. Minyak di Saudi Arabia dikirim ke Amerika dan orang Arab juga menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya.”
”Wah orang Amerikanya jadi kaya dong karena banyak emasnya.Lha berarti di brankas pemerintah kita cuma ada kerta-kertas bertuliskan US DOLLAR itu ya pak? Emasnya nggak nambah2 ya. Lho kok mau dikadali gitu to pak..?!!!” Emak berubah jadi geram.

”Yang lebih hebat lagi, untuk mencetak uang US DOLLAR itu biayanya Cuma 40 sen atau Rp 4,500 lah.. bayangkan US$ 100 itu kan nilainya sama dengan Rp 900ribu. Berapa untung pemerintah Amerika dari mencetak uangnya? Rp. 895,500!! Kita aja bodo mau mengikuti sistem yang dibuat Amerika Mak..?!!”
Emak dan saya pun termenung. Suasana kantin tiba-tiba senyap. Ayam Lodho di mulut saya mulai terasa hambar.
”Teka tekinya bermutu sekali Pak.” Emak berkata lirih sambil merapihkan uang-uang kertas di laci kasirnya.

Inflasi memang menjadi masalah besar Indonesia dan rezim uang kertas lainnya. Sebenarnya, masalah ini bisa sangat dihentikan bila kita kembali menggunakan mata uang dinar/dirham atau uang Rupiah yang didukung oleh emas/perak yang tersimpan di brankas Bank Indonesia. Artinya bila Bank Indonesia mengedarkan uang kertas baru senilai 1 milyar Rupiah, maka di dalam brankas BI harus tersimpan batangan emas senilai 1 milyar Rupiah juga. Dengan sistem ini, harga susu di jaman sekarang InsyaAllah akan tetap sama di jaman cucu dan cicit kita.

Harus diakui untuk mengubahnya, perlu perjuangan dan biaya besar. Namun kita bisa memulainya dari sekarang dengan mulai menabung untuk keperluan jangka panjang (mis: biaya pendidikan, beli mobil atau rumah) dalam bentuk Dinar/Dirham, atau benda riil lainnya semacam kambing, ayam, kayu (pohon), dan sejenisnya. Keuntungannya bagi kita adalah tabungan kita tidak akan digerogoti inflasi. Karena daya beli logam mulia relatif stabil seperti nampak dalam kasus harga ayam dan kambing di atas. Bagi yang tertarik bisa melihat website: www.logammulia.com atau www.e-dinar.com.

Satu bukti lain, sistem moneter Islam paling unggul dibanding dengan sistem lain. Saya berdoa, semoga Allah berkenan memberi kesempatan untuk Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju secara ekonomi dan menjalar pada politik, hukum dan pemerintahan. Sehingga cahaya Islam memancar ke segala penjuru dan memberi pencerahan kepada semua bangsa, ras dan bahkan pemeluk agama lain. Karena memang sifat dasar Islam itu Rahmatan Lil 'Alamin. Amiin.


Lamunan saya buyar. Nasi dan lauk di piring pun tandas.
“Berapa semuanya Mak?” Saya bersiap-siap kembali ke kantor.
“15 ribu Pak.. ”
Saya menyodorkan uang kertas sepuluh ribuan.
Sambil tersenyum Emak bertanya. “Pak Joko, nggak ada Dinar ya..??”
"Huaa ha ha ha..".

Emak memang super cerdas. Lebih cerdas dari orang-orang yang menggadaikan sumber daya alam Indonesia kepada negara asing demi setumpuk kertas bertuliskan US DOLLAR.

Wallahualam Bissawab. Disadur dari: Tubagus Hanafi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar