Emas dan kambing

Emas dan kambing
1 dinar = 1 kambing

Minggu, 27 Juni 2010

Kambingnomics : Sistem Ekonomi Warisan Para Nabi…

Gembala  Kambing

Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali telah menggembalakan kambing”. Lalu para sahabat beliau bertanya: “Demikian juga engkau?” Beliau menjawab: “Ya, Aku dahulu menggembalakan kambing milik seorang penduduk Mekkah dengan imbalan beberapa qiraath.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Para ulama umumnya menafsirkan hadits tersebut dengan menguraikan beberapa kebaikan dari penggembalaan kambing, diantaranya adalah : melatih kesabaran, mengembangkan sifat tawadhu, kasih sayang terhadap yang lemah, cinta usaha dan mandiri, membangun kekuatan jasmani, membangun keberanian , mengembangkan managerial skills dlsb.

Saya ingin meng-elaborate salah satu saja dari kebaikan-kebaikan dari penggembalaan kambing ini dalam konteks ekonomi modern, yaitu growing asset (asset tumbuh) yang sesungguhnya. Mengapa demikian ?, coba perhatikan beberapa perbandingan berikut :

· Bila kita menaruh dana di bank dalam Rupiah, bagi hasil kita saat ini akan berkisar antara 6 - 7 % per tahun. Sementara inflasi rata-rata Indonesia sejak tahun 2001 – sekarang masih diatas 8 %, artinya uang kita yang di deposito bukannya tumbuh malah menyusut.

· Bila kita taruh uang kita dalam deposito US$, maka bagi hasil kita saat ini berkisar antara 1 – 3 % per tahun. Sementara inflasi rata-rata US$ dalam 38 tahun terakhir adalah 4.37%; lagi-lagi uang kita dalam US$ bukannya tumbuh malah menyusut.

· Bila kita taruh uang kita di Dinar; grafik tahunan yang selalu bisa dilihat di GeraiDinar.Com, untuk setahun terakhir menunjukkan appresiasi nilai Dinar – per data pagi ini, ketika artikel ini saya buat - mencapai 22.67% setahun terakhir dan 380% untuk 10 tahun terakhir !. Appresiasi nilai Dinar melambung hampir 3 kali angka inflasi; tetapi sesungguhnya Dinar Anda jumlah keping-nya tetap, hanya nilainya saja yang melonjak. Dinar adalah proteksi asset yang sangat efektif melindungi daya beli dari hasil jerih payah kita semua, tetapi Dinar yang disimpan saja tidak akan menjadi growing asset yang sesungguhnya.

· Kambing setiap tahun beranak, sekali beranak bahkan sering tidak hanya satu – kadang dua bahkan ada yang sampai empat. Ambil angka terendahnya 1; ambil pula risiko kematiannya 1/10 anak kambing. Maka setiap tahun satu kambing menghasilkan 0.9 kambing; diambil lagi biaya pemeliharaannya 50%-nya maka masih menghasilkan 0.45 satuan kambing. Karena satuan kambing ini sama dengan satuan Dinar (sejak jaman Rasulullah SAW sampai sekarang, harga satu kambing kelas rata-rata setara dengan satu Dinar), maka investasi kita di kambing insyaallah akan memberikan hasil 45% per tahun dalam satuan Dinar.

Jadi jelas bahwasanya memelihara kambing seperti yang dilakukan oleh para nabi, sesungguhnya tetap relevan sampai di jaman ekonomi modern saat ini sekalipun.

Bukan hanya dari sisi pertumbuhan asset yang berkelanjutan (sustainable growing asset) berupa kambing ini sendiri, tetapi manfaat lain yang sangat besar yang bisa dihasilkan oleh industri perkambingan ini yang seharusnya juga mendapatkan perhatian kita semua. Diantara manfaat ini adalah :

· Susunya adalah minuman yang bersih dan sehat.

· Kotorannya adalah salah satu bahan pupuk organic yang paling baik.

· Kulit dan bulunya menjadi bahan baku industri/kerajinan yang berkelanjutan.

· Pemeliharaannya menciptakan lapangan kerja yang sangat luas.

· Tidak dibutuhkan modal besar untuk memulai memelihara kambing.

· Dlsb.dlsb.

Dengan nilai ekonomi yang begitu tinggi dari industri perkambingan ini; tidak heran negeri jiran yang lebih teliti melihat peluang – tanpa kita sadari mengambil ribuan kambing kita setiap tahunnya. Bahkan kamping Peranakan Etawa (PE) yang sesungguhnya bisa menjadi unggulan kambing Indonesia dengan Purworejo sebagi sentral produksinya – kini kambing tersebut mudah sekali dijumpai dalam skala besar di peternakan-peternakan kambing negeri jiran.

Hanya saja jangan harap kita menemui istilah kambing PE disana, kambing yang asalnya dari Purworejo ini di negeri jiran telah berubah nama menjadi kambing serawak. Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa untuk ini, karena ternak unggulan ini tidak mendapatkan perhatian yang semestinya dari pihak yang berwenang disini – maka tidak heran ternak unggulan ini kini di-openi dan dikembangkan orang lain.

Belum terlambat sebenarnya kita untuk memulai. Kita ingin mulai berperan secara serius di pentas perekonomian dengan mencontoh apa yang dialkukan para nabi, menggembala (baca : beternak) kambing. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar